MJ. Bogor – Tensi ketegangan di kalangan wartawan Kabupaten Bogor meningkat setelah Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bogor, Dedi Firdaus, melarang aksi unjuk rasa 25 organisasi wartawan yang tergabung dalam “Wartawan Indonesia Bersatoe” untuk berkumpul di Graha Wartawan Kabupaten Bogor pada Kamis, 28 November 2024.

Dedi menyatakan keberatan atas aksi tersebut karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Ia menegaskan bahwa Graha Wartawan adalah milik PWI dan seharusnya mendapatkan izin terlebih dahulu.

“Saya keberatan kalian kumpul di kantor kami (red PWI) karena tidak memberitahukan sebelumnya akan ada kumpul masa aksi disini,” ujar Dedi. “Kenapa tidak minta ijin dahulu ke kami, ini kan kantor kami harusnya ijin dahulu, kan ada nomor telepon kami, sekarang silahkan kumpulnya diluar kantor saja,” tambahnya.

Pernyataan Dedi ini memicu kontroversi di kalangan organisasi media di Kabupaten Bogor. Jamal, Ketua IWO Indonesia Kabupaten Bogor, mempertanyakan kepemilikan Graha Wartawan yang dibangun dari uang APBD. “Kantor ini bukan hanya milik 3 organisasi saja,” tegas Jamal. “Ini kan dibangun dari uang APBD kenapa hanya dimiliki hanya segelintir organisasi?” ungkapnya.

Dedi sendiri bersikukuh bahwa Graha Wartawan merupakan fasilitas untuk kegiatan jurnalistik yang profesional dan netral, bukan untuk aksi demonstrasi atau pertemuan yang berpotensi kontroversial. Ia juga menyayangkan penggunaan nama wartawan untuk aksi tanpa koordinasi dengan “organisasi resmi” yang menurutnya dapat mencoreng citra profesi wartawan.

Polemik ini semakin memanas dengan rencana organisasi media di Kabupaten Bogor untuk menanyakan kepada Bupati (Sekda) dan Diskominfo terkait hak penggunaan Graha Wartawan. Ketum AIPBR, Aliv Simanjuntak, menekankan pentingnya menjaga independensi dan citra profesi wartawan. “Kami mengimbau agar semua pihak, termasuk rekan-rekan wartawan agar menahan diri dan tetap menjaga profesional terhadap pernyataan Dedi tersebut,” ujar Aliv.

Kordinator Aksi Wartawan Indonesia Bersatoe, Harun, berharap semua pihak dapat menahan diri dan memilih jalan yang lebih bijak dalam menyelesaikan masalah ini. Ia menegaskan bahwa aksi tersebut bertujuan untuk menjaga marwah profesi wartawan di Kabupaten Bogor. “Kami akan menanyakan ke pemda Kabupaten Bogor, untuk siapakah kegunaan Graha Wartawan diperuntukan?” tegas Harun.

Terpisah, Tri Wulansari, salah satu pengurus dari DPP FWJ Indonesia dan juga selaku plagiat jurnalis, sangat menyayangkan apa yang telah diucapkan serta sikap diskriminatif dan arogan Ketua PWI Kabupaten Bogor.

“Jelas disebut gedung Graha Wartawan! Sudah pasti konteks peruntukannya adalah untuk Wartawan,” tegas Wulan. “Kami sangat menyayangkan ucapan dan sikap dari seorang yang mengaku dirinya sebagai ketua organisasi Pers Kabupaten Bogor, akan tetapi menyudutkan insan pers lainnya, terlebih menyebut dirinya sebagai representasi organisasi resmi (PWI).”

“Kami datang ke gedung Graha Wartawan Bogor kemaren itu ada sekitar 25 organisasi Pers yang tergabung di Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe, diantaranya ya FWJ Indonesia dengan memakai seragam organisasi resmi kami, demikian juga dengan teman-teman dari organisasi lainnya. Aneh jika legalitas kami masih dibilang tidak resmi,” terang Wulan.

Lebih rinci Wulan mengatakan jika mau berbicara terkait resmi dan tidaknya, berarti lebih kearah bicara masalah legalitas?. Disini justru harus dipertegas terkait legalitas PWI yang jelas sampai statemant ini terbit masih berstatus Quo alias diblokir.

“Kita paham dong apa artinya, dan tidak mungkin kita ajarkan bebek berenang bila ketua dewan pers Ninik Rahayu saja sudah memutuskan melarang PWI pusat untuk menggunakan gedung dewan pers lt 4 jalan kebon sirih no. 32 – 34 Jakarta. Putusan Dewan Pers itu tanggal 17 September 2024, bahkan terbitnya Surat Permohonan PWI Nomor 689/PWI-P/LXXVIII/2024 tanggal 9 September 2024 perihal Penjelasan Keabsahan PWI Pusat, ini kok bisa-bisanya sekelas ketua PWI wilayah yang belum dilantik bersikap diskriminasi seperti itu,” tegas Wulan.

Sesuai dengan UU Pers No. 40 tahun 1999 dimana disebutkan setiap wartawan wajib masuk kedalam suatu wadah organisasi pers dan tidak disebutkan hanya organisasi Pers tertentu, yang penting berbadan hukum.

“Sudah tentu kami selaku profesi wartawan sah-sah saja dan punya hak yang sama dengan gedung wartawan yang dibangun oleh pemerintah dimanapun berada, karena lahan dan gedung tersebut dibangun memakai uang Negara dari hasil pajak, yang kami juga adalah penyumbang pajak,” terang Wulan.

Dengan selalu terjadi acident seperti ini, Wulan meminta Dedi Firdaus meminta maaf kepada seluruh organisasi kewartawanan Nasional, Kedaerahan, dan para awak media sebagai bentuk klarifikasinya.

“Kami tunggu itikad baik Dedi Firdaus untuk meminta maaf dan mengklarifikasinya, namun jika dia masih merasa benar dan angkuh, maka kami akan melaporkan Dedi Firdaus keranah Kepolisian sebagai bentuk provokatif, pencemaran nama baik dan memancing keonaran Nasional. Bahkan kami akan membongkar dana 3 miliar lebih itu yang diperuntukan dibangunnya gedung Graha Wartawan oleh Pemkab Bogor,” tegasnya.

Yopi Zulkarnain, Pendiri GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak Ternama), mengecam keras pernyataan Dedi Firdaus. “Pernyataan Dedi Firdaus sangat tidak pantas dan menunjukkan sikap arogansi. Graha Wartawan adalah fasilitas publik yang dibangun dengan uang rakyat, bukan milik pribadi atau organisasi tertentu,” tegas Yopi.

S Biantoro, Penasehat GMOCT dan Senior PWRI, juga menyayangkan pernyataan Dedi Firdaus. “Sebagai senior di PWRI, saya merasa prihatin dengan pernyataan Dedi Firdaus. Ia seharusnya menjadi contoh bagi wartawan lain dalam menjaga etika dan profesionalitas,” ujar S Biantoro.

Peristiwa ini mengungkap permasalahan pelik terkait kepemilikan dan akses terhadap fasilitas publik, khususnya bagi insan pers. Pertanyaan mengenai siapa yang berhak menggunakan Graha Wartawan dan bagaimana mekanisme aksesnya menjadi sorotan utama.

Polemik ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi kembali peran dan fungsi Graha Wartawan dalam mendukung kegiatan jurnalistik di Kabupaten Bogor, serta memastikan akses yang adil dan transparan bagi seluruh organisasi wartawan.

Organisasi Wartawan yang Terlibat dalam Aksi:

– Wartawan Indonesia Bersatoe
– GMOCT (Gabungan Media Online dan Cetak Ternama)
– FWJI (Forum Wartawan Jaya Indonesia)
– IPJI (Ikatan Penulis Jurnalis Indonesia)
– PWRI
– KWRI
– PWOIN
– FWBB
– FPII Kab Bogor
– AWNI
– JPKPN
– PPRI
– AJWI

Team ” Wartawan Indonesia Bersatoe ”

Herman Wahyudi/Iwang (GMOCT)





Source link