Anak Betawi jadi Guru Besar Tetap UI – MAJALAH JAKARTA BERITA HARI INI
MAJALAH JAKARTA – Ketua Dewan Pakar Gerakan Kebangkitan Betawi (Gerbang Betawi), Prof. Dr. dr. H. Zulkifli Djunaidi, M.AppSc. dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Rabu (20/11/2024).
Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Manajemen Risiko K3 untuk Mengantisipasi Future Risk karena Perkembangan Teknologi dan Gap Generation” pakar K3 ini menyarakan bahwa motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesejatan kerja (K3) adalah mencegah kecelekaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. K3 menurutnya erat kaitannya dengan bahaya dan risiko.
Bahaya, lanjutnya, merupakan sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian, sedangkan risiko merupakan kombinasi dari peluang dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan dapat menimbulkan dampak yang merugikan.
“Tempat kerja yang aman dan sehat menjadi penting karena mendukung setiap pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien,” tegas Ketua Dewan Pakar Gerbang Betawi ini.
Sebaliknya, lanjut Zulkifli, jika tempat kerja tidak terlindungi dan banyak terdapat bahaya dan risiko K3, kerusakan dan absen karena sakit menjadi tak terhindarkan yang pada gilirannya dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktivitasnya menjadi berkurang bagi perusahaan.
“Manajemen risiko K3 menjadi salah satu pengawal proses operasi dalam mewujudkan tempat kerja yang aman dan sehat,” tegas Prof. Zulkifli yang juga aktif sebagai Konsultan Senior Lembaga Pendidikan dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini.
Mengutip data dari laporan ILO yang berjudul Safety and Health at the Heart of the Future of Work, Prof Zulkifli menyoroti risiko keselamatan dan kesehatan yang dapat muncul akibat perubahan pada beberapa aspek seperti teknologi, demografi, perubahan iklim dan perubahan dalam organisasi kerja.
Dalam pidatonya Prof Zulkifli juga menguraikan bagaimana peran manajemen risiko K3 dan bagaimana posisinya dalam keilmuan K3. Menurut mantan aktivis Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) ini keilmuan K3 merupakan ilmu terapan.
Keilmuan K3 mempunyai tujuan untuk menciptakan sistem kerja yang aman atau safe work system.
Karena itu, menurut anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Alm. H. Djunaidi Amin dan Hj Nani Djunaidi ini, metode yang dikembangkan adalah manajemen risiko yang berbasis pada problem solving method dengan tahapan-tahapan mulai dari identifikasi, analisis dan pengendalian.
Sebagai sebuah ilmu, lajut Zulkifli, tentu saja manajamen risiko K3 ini juga terus mengalami perkembangan. “Inilah yang terkait dengan furture risk sebagai akibat dari perkembangan teknologi dan adanya gap generation serta perubahan-perubahan dari segi sosial dan ekonomi saat ini,” ujar suami dra Hj Siti Zulaiha ini.
Ia menambahkan yang dipelajari dalam manajemen risiko K3 juga mengalami perkembangan yang menyebabkan terjadi perkembangan pula dalam metode dan pendekatan dalam manajemen risiko K3.
“Pendekatan dalam identifikasi proses-proses pekerjaan tidak lagi secara konvensional tetapi dilakukan secara futuris dengan adanya penggunaan Artifical Intelligence (AI) yang semakin marak dan penggunaan teknologi yang semakin canggih yang akibatnya mempengaruhi pola kerja,” tegasnya.
Pola kerja sekarang tidak hanya terkait dengan dimensi ruang dan waktu, tetapi sudah menembus dimensi ruang dan waktu. Demikian pula yang terkait dengan strata manajemen di tempat kerja, katanya lagi, kini bukan lagi berupa struktur organisasi yang bersifat konvensional dengan adanya pembagian tugas sebagai direktur, manajer, supervisor atau operator, tetapi saat ini semua pekerjaan tersebut melebur yang dilakukan oleh satu orang.
“Seseorang yang menggunakan teknologi saat ini bisa menjadi direktur, menjadi manajer, supervisor bahkan sebagai operator sekaligus,” tegas ayah 2 orang anak ini.
Selain itu, urai Prof Zulkifli, perkembangan teknologi juga menyebabkan terjadinya gap generation antara generasi yang biasa disebut dengan generasi kolonial, dengan generasi milenial.
Gap generation ini, menurut Prof Zulkifli, akan menghasilkan resiko sosial yang juga harus diantisipasi dalam manajemen risiko K3. Karena itu, menurutnya untuk mengantisipasi perkembangan tersebut setiap identifikasi terhadap future risk harus dilakukan secara bijak, bukan hanya terkait dengan pekerjaan tetapi juga berkait dengan fitrah kemanusiaan.
“Manusia harus dijadikan sentral, karena sekarang ini ada kecenderungan manusia sering disamakan dengan teknologi itu sendiri alias sebagai robot,” tegasnya.
Profesor Zulkifli Djunaidi yang lahir di Jakarta pada 27 November 1959 merupakan Guru Besar Tetap ke 36 yang dikukuhkan Universitas Indonesia sepanjang tahun 2024 ini. Saat ini Universitas Indonesia memiliki 337 Guru Besar Tetap dan 126 Guru Besar Tidak Tetap sehingga seluruh Guru Besar yang dimiliki UI saat ini berjumlah 463 orang.
Di lingkungan Gerbang Betawi, Prof Zulkifli Djunaidi merupakan Guru Besar kesepuluh yang kini dimiliki Gerbang Betawi. Siapa menyusul?
Tinggalkan Balasan