MJ. Indramayu – Polemik dampak pembangunan PT Tesco Indomaritim di Desa Tegal Taman, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, terus berlanjut tanpa ada titik temu. Warga setempat yang merasa dirugikan akibat terisolirnya lahan mereka oleh pembangunan perusahaan tersebut terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan hak-hak mereka.

Warga telah menempuh berbagai upaya untuk menarik perhatian pihak terkait dan mencari solusi atas permasalahan ini. Setelah sebelumnya menggelar audiensi di Balai Desa Tegal Taman, pada hari ini, Jumat (22/11/2024), warga kembali mengadakan audiensi di Aula Kecamatan Sukra.

Audiensi tersebut diinisiasi oleh seorang aktivis ternama, H. Sarjani, yang dikenal peduli terhadap penderitaan warga terdampak pembangunan PT Tesco Indomaritim.

Pada audiensi sebelumnya di Balai Desa, warga memperoleh surat keterangan resmi dari Pemerintah Desa (Pemdes) Tegal Taman yang menyatakan bahwa saluran irigasi yang ditutup oleh PT Tesco Indomaritim merupakan milik Pemdes dan termasuk fasilitas umum. Namun, desakan warga agar Kepala Desa Tegal Taman membawa kasus ini ke ranah hukum tidak mendapat tanggapan.

Audiensi yang berlangsung di Aula Kecamatan Sukra dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Kabid Pengawasan DPMPTSP Kabupaten Indramayu, Suratno, perwakilan Polsek Sukra, dan Koramil. Dalam sesi diskusi, Camat Sukra menyatakan bahwa penanganan permasalahan ini sepenuhnya diserahkan kepada Kabid Pengawasan DPMPTSP dan pejabat terkait di Pemkab Indramayu. Pernyataan ini menuai kritik dari H. Sarjani yang menilai Camat Sukra belum mampu memenuhi aspirasi warga.

Salah satu poin menarik dalam audiensi tersebut adalah pernyataan tegas Suratno, Kabid Pengawasan DPMPTSP Kabupaten Indramayu, yang menyebut bahwa PT Tesco Indomaritim berstatus ilegal karena tidak memiliki perizinan dasar. Hal ini juga didukung oleh hasil monitoring Ombudsman. Namun, ketika warga mempertanyakan mengapa perusahaan tersebut tidak segera ditutup secara permanen, Suratno belum memberikan jawaban yang memuaskan.

fokus pembahasan aspirasi warga terdampak justru bergeser saat Camat Sukra melontarkan kritik terhadap pemberitaan Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT). Camat Sukra menganggap pemberitaan GMOCT tidak sesuai dengan fakta dan seakan-akan menyerang dirinya secara pribadi.

Dalam rekaman video audiensi yang diterima tim GMOCT, Camat Sukra menyatakan siap untuk “meledakkan” media di kemudian hari karena merasa kritik dan saran yang disampaikan melalui pemberitaan GMOCT tidak tepat. Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari pihak GMOCT dan kalangan jurnalis.

Menanggapi hal ini, Asep NS, juru bicara GMOCT sekaligus Pimpinan Redaksi Penajournalis.com, menjelaskan bahwa pemberitaan GMOCT selalu didasarkan pada fakta di lapangan dan hasil wawancara dengan berbagai pihak. Sebelum dipublikasikan, rilis berita juga dikirimkan kepada pihak-pihak terkait, termasuk Camat Sukra, untuk memberikan kesempatan menanggapi atau merevisi jika ada informasi yang kurang tepat. Namun, menurut Asep, Camat Sukra tidak memberikan respons terhadap rilis tersebut.

Yopi Zulkarnain, pendiri GMOCT, mengecam keras pernyataan Camat Sukra yang dinilai melecehkan profesi jurnalis. “Ucapan seperti itu tidak pantas dilontarkan oleh seorang pejabat yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat. Camat Sukra seharusnya fokus membela warganya, bukan justru menyerang media yang memberitakan fakta,” tegas Yopi.

Yopi juga menegaskan bahwa pemberitaan GMOCT didasarkan pada bukti yang akurat dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang melindungi hak dan profesi jurnalis. “Kami siap menghadapi apa pun yang dimaksud oleh Camat Sukra dengan istilah ‘meledakkan’ media. Namun, kami juga berharap ia menjelaskan maksud ucapannya secara terbuka dan bertanggung jawab,” pungkas Yopi.

Merespons pernyataan Camat Sukra, Yopi Zulkarnain telah memerintahkan Asep NS untuk mendatangi kantor Kecamatan Sukra guna meminta klarifikasi langsung. Sebelumnya, Asep mengaku telah mencoba menghubungi Camat Sukra melalui telepon dan pesan WhatsApp sebanyak empat kali, namun tidak ada respons yang diberikan. Rilis berita dan potongan video audiensi yang berisi pernyataan kontroversial Camat Sukra juga telah dikirimkan kepadanya.

Polemik ini tidak hanya menunjukkan ketegangan antara pemerintah daerah dan media, tetapi juga mengungkapkan ketidakjelasan penanganan dampak pembangunan PT Tesco Indomaritim terhadap warga Desa Tegal Taman. Hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang diberikan oleh pihak terkait, sementara warga terus memperjuangkan hak-hak mereka atas lahan yang terisolir akibat pembangunan perusahaan tersebut.

Ketidakjelasan status legal PT Tesco Indomaritim, yang sebelumnya dinyatakan ilegal oleh Kabid Pengawasan DPMPTSP Kabupaten Indramayu, semakin memperumit masalah. Di sisi lain, pernyataan Camat Sukra justru memperkeruh suasana dan dinilai tidak mencerminkan tanggung jawab seorang pejabat publik. Warga berharap pemerintah segera memberikan kepastian hukum dan solusi yang adil atas permasalahan ini.

– Penegakan Hukum: Pihak berwenang harus segera menindak tegas PT Tesco Indomaritim karena terbukti ilegal.
– Kompensasi dan Remediasi: Pemerintah harus memberikan kompensasi yang adil kepada warga terdampak dan melakukan remediasi atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
– Transparansi dan Akuntabilitas: Semua pihak terkait harus terbuka dan transparan dalam proses penanganan masalah ini.
– Peran Media: Media massa harus terus mengawal dan menyuarakan aspirasi warga terdampak agar keadilan dapat ditegakkan.

Polemik pembangunan PT Tesco Indomaritim di Desa Tegal Taman, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu, menjadi gambaran nyata dari permasalahan yang kerap muncul dalam proses pembangunan di Indonesia. Ketidakadilan dan ketidakpedulian terhadap hak-hak masyarakat kecil sering kali mewarnai berbagai proyek pembangunan, yang pada akhirnya memicu konflik dan merusak harmoni sosial.

Kasus ini menyoroti bagaimana dampak pembangunan sering kali tidak diperhitungkan secara matang, terutama terhadap masyarakat yang terdampak langsung. Ketika hak-hak dasar, seperti akses terhadap lahan dan fasilitas umum, tidak dihormati, pembangunan kehilangan esensi utamanya sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan bersama.





Source link