JAKARTANEWS.ID – JAKARTA: DPR RI periode 2024-2029 resmi membentuk alat kelengkapan dewan (AKD) Bernama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) yang diklaim sebagai salah satu cara para wakil rakyat menerima masukkan atau aspirasi dari rakyat untuk disalurkan parlemen kepada pemerintah.

Namun seiring berjalannya waktu, hingga masuk penghujung akhir tahun 2024 ini, tidak nampak satupun kerja dari BAM DPR RI untuk menyerap apalagi menerima masukkan dari rakyat atas kebijakan pemerintah.

banner 728x90

Menanggapi soal kinerja BAM DPR RI, Peneliti Formappi Lucius Karus sudah menduga jika BAM DPR RI sebagai AKD dibentuk menyerap aspirasi rakyat tidak berjalan dengan baik.

“Karena justru selama ini yang dipertontonkan oleh DPR justru dari AKD lain yang menerima aspirasi masyarakat secara langsung,” kata Lucius kepada para wartawan, Senin (30/12/2024).

Lucius mencontohkan seperti yang terjadi di Komisi III DPR RI.

“Beberapa kali sudah RDP dan RDPU yang mempertemukan warga masyarakat yang menjadi korban dan aparat penegak hukum yang bertanggungjawab,” ujar Lucius.

Menurut Lucius, kesediaan dan keterbukaan Komisi III DPR RI itu memudahkan warga untuk memperjuangkan aspirasi para warga.

“Saya kira respons cepat Komisi terkait pada aspirasi warga menjadikan BAM tak punya kerjaan strategis. Jadi sia-sia,” tegas Lucius.

Lucius menjelaskan, aspirasi yang diperjuangkan warga melalui DPR RI umumnya karena lelah menjalani prosedur yang panjang dan berbelit-belit di birokrasi maupun aparat penegak hukum.

Karena itu, menurut Lucius seharusnya DPR RI menghindari persoalan yang sama dengan birokrasi yang njelimet melalui BAM, jika akhirnya tetap saja urusan penyelesaiannya melalui Komisi.

“BAM sebagai kolektor aspirasi jelas bisa digantikan oleh teknologi. Jadi tidak perlu banget ada badan baru seperti BAM ini,” imbuh Lucius

“Yang paling penting hanyalah soal komitmen dan konsistensi AKD untuk memastikan aspirasi warga bisa segera ditangkap dan diperjuangkan,” sambung Lucius.

Lebih lanjut Lucius menilai, DPR RI jangan justru ikut arus menunggu sebuah kasus viral baru bereaksi.

“Karena kalau tidak viral, DPR tak anggap ada masalah. Pasalnya, ketika DPR bereaksi setelah sebuah kasus vira mereka akan sama saja dengan aparat di luar sana yang dihadapi masyarakat selama ini,” tutur Lucius.

“Jadi setiap anggota, Komisi hingga Pimpinan DPR harus punya mekanisme untuk melacak persoalan yang dihadapi warga. Mereka juga harus punya skema penyelesaian masalah itu. DPR harus menjadi yang pertama mengetahui persoalan, karena merekalah yang secara rutin melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Jangan sampai hanya urus yang viral saja, padahal tanpa reaksi di DPR, kasus viral sudah pasti menjadi atensi utama dari penegak hukum atau aparat terkait. DPR harus menangkap cepat berbagai persoalan dan memperjuangkannya sehingga kita tak lagi tergantung pada prinsip no viral, no justice,” papar Lucius.

Untuk itu, Lucius mengingatkan, penguatan AKD untuk menyerap dan memperjuangkan aspirasi jauh lebih penting ketimbang mempertahankan BAM.

“Ya, saya percaya posisi pimpinan di AKD itu jadi rebutan bukan sekedar urusan gengsi saja. Pasti ada tunjangan sesuai dengan jabatan masing-masing. Ketua dan wakil ketua Komisi hingga anggota itu punya jatah yang berbeda-beda soal tunjangan. Jabatan itu selalu punya dampak pada pendapatan atau tunjangan,” pungkas Lucius Karus.

Sekedar informasi, DPR RI periode 2024-2029 membentuk badan baru dalam Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Badan baru tersebut ialah Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI.

Pembentukan badan baru itu ditetapkan dalam Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) di Gedung Nusantara II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2024). (Daniel)


Post Views: 15



Source link