YUK! CARI TAHU TENTANG MPOX – MAJALAH JAKARTA BERITA HARI INI
MJ. Jakarta – Pandemi global yang sedang berlangsung akhir-akhir ini akan menjadi kasus pandemi baru setelah COVID-19 yang terjadi pada tahun 2019-2021. Karena perkembangan virus yang cepat dan peningkatan perjalanan internasional di berbagai negara, kasus Mpox di Asia ikut meningkat.
Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, total konfirmasi kasus MPOX ini telah mencapai 14 kasus dengan penambahan 7 kasus di tanggal 22 Oktober 2023 yang semuanya berlokasi di DKI Jakarta. (Fajriyah, n.d.)
Kasus cacar monyet, yang disebabkan oleh infeksi virus cacar monyet (MPXV), telah dilaporkan di negara-negara Afrika Barat dan Tengah sejak awal Mei 2022, bahkan dari negara-negara yang sebelumnya tidak melaporkan kasus. Ini adalah pertama kalinya beberapa kasus dan klaster mpox (cacar monyet) dilaporkan secara bersamaan di beberapa negara di tempat yang sangat berbeda.
WHO menetapkan mpox, atau cacar monyet, sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) pada tanggal 23 Juli 2022. Ini memungkinkan respons yang lebih cepat di seluruh dunia untuk menghentikan penyebaran wabah di banyak negara. (WHO, 2023)
Faktor penularan virus Mpox ini pertama kali yaitu di Afrika Tengah melalui hewan pengerat dan primate disana. Dapat diartikan bahwa penularannya bisa melalui kontak dengan hewan yamg terinfeksi, melalui paparan selaput lender, cairan tubuh, jaringan, dan mengkonsumsi daging yang tidak dimasak atau belum matang sempurna.
Infeksi juga dapat terjadi melalui luka terbuka, gigitan, dan goresan hewan yang terinfeksi. Selain itu, penyebaran dapat terjadi antara manusia melalui kontak secara langsung dengan droplet, kontak fisik, dan sex. Karena salah satu metode penyebarnya melalui hubungan sex, virus ini banyak yang menggolongkan dalam kelompok penyakit menular seksual atau PMS. Penularan secara vertical juga dapat terjadi yaitu dari ibu hamil kepada janin.
Mpox memiliki masa inkubasi yang dapat berlangsung selama 7-14 hari, dan gejalanya berlangsung selama 14-21 hari. Masa inkubasi yang berkepanjangan menghambat diagnosis yang akurat dan dapat mempersulit pengobatan, menyebabkan penyakit baru, dan penularan virus yang lebih lanjut.
Terdapat gejala awal yang bersifat umum seperti merasakan nyeri, adanya demam, merasa kelelahan, dan merasakan limfadenektasis atau peradangan dan pembengkakan yang terjadi pada kelenjar getah bening yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis patogen, seperti bakteri, virus, jamur, ataupun parasite.
Ketika virus mulai masuk ke dalam tubuh memalui berbagai faktor penyebrangan akan memulai periode laten selama kurang lebih dua minggu. Virus akan mulai menyebar ke seluruh tubuh melalui sel kekebalan dan mengeringkan kelenjar getah bening, pada periode ini umunya tidak menimbulkan gejala dan lesi.
Setelah periode laten selesai maka akan mulai timbul gejala dan biasanya akan berlangsung selama tiga hari. Setalah itu, akan memasuki fase ruam yang dapat berlangsung 2-4 minggu, dimana ruam akan muncul pada area tubuh dan berubah membentuk kerak yang sembuh, namun meninggalkan bekas luka.
Kasus virus Mpox yang parah dapat menimbulkan berbagai komplikasi penyakit hemoragik (kondisi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak), penyakit nekrotik (kerusakan pada sel atau bagian sel bahkan kematian sel), penyakit obstruktif (penyakit paru-paru yang berlangsung lama), radang organ vital, dan septikemia atau keracunan darah. Orang yang memiliki ganguan imunitas seperti anak-anak, lansia, dan yang memiliki defisiensi imun akan lebih rendah terkena virus dan memiliki kemungkinan memiliki penularan yang meluas.
Beberapa penelitian dan perkembangan sedang berlangsung guna pengembangan obat melawan Mpox, hal ini akan sangat berpengaruh secara fektif dalam mencegah penyebar luasan atau bahkan mengehentikan pontensi wabah jangka Panjang dan munculnya Mpox yang resisten terhadap obat.
Ada beberapa aspek yang dapat diperhatikan dalam proses pengembangan obat. Pertama perlu meningkatkan spesifikasi dan efesiensi pengiriman obat dan memastikan penargetan obat akurat dan tepat sasaran ke Lokasi yang terkena infeksi. Selanjutnya, melakukan pengembangan obat anti-Mpox yang kurang rentan terhadap resistensi untuk mencegah timbulnya strain resisten obat secara bertahap dan memastikan adanya kemajuan pada pengobatan. kemudian perlu di perhatikan modifikasi obat untuk mengurangi efek samping atau menghilangkan toksisitas.
Investasi pengobatan melawan Mpox akan sangat signifikan — untuk mengatasi wabah Mpox yang akan lebih luas lagi. Pengembangan obat yang dilakukan secara cepat dan tepat akan memberikan perlindungan yang lebih bagi masyarakat.
Penularan Mpox saat ini hampir sama dengan PMS. Mengakui Mpox sebagai PMS harus mendorong intervensi kesehatan masyarakat yang penting, seperti akses ke pengujian, perawatan, dan vaksinasi untuk orang-orang yang terkena dampak. Lebih penting lagi untuk diingat bahwa beberapa penyakit merupakan tanda kekurangan struktural dan disfungsi sosial selain dari faktor kondisi medis.
IMS adalah contoh nyata dari ketidaksetaraan yang sedang terjadi, yang didorong oleh kemiskinan dan pengucilan, serta faktor sosial lainnya yang mempengaruhi kesehatan dan ketidaksetaraan kesehatan. Ketika mengatasi gelombang Mpox yang meningkat di Amerika Serikat dan Eropa bahkan di Asia, penting untuk mengingat pelajaran yang dipetik dari pencegahan HIV dan sifilis.
Semua orang harus terlibat dalam upaya pencegahan dan menghentikan penyebaran baik secara individu, komunitas, penyedia layanan kesehatan, program kesehatan masyarakat, dan pengambil keputusan.
Perlu juga ada upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai Mpox, sehingga masyarakat akan lebih membuka mata dengan kejadian dan standar Kesehatan yang harus mereka lakukan. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam upaya pencegahan penyebarluasan Mpox. Adanya selisih yang cukup besar antara pengetahuan yang baik dan sikap positif terhadap Mpox.
Selain itu, prevalensi gabungan pengetahuan yang baik dan sikap positif bervariasi tergantung pada populasi penelitian, wilayah, dan tahun. Untuk keberhasilan pemahaman Mpox, diperlukan pendekatan holistik dan multisektoral. Komunikasi dan pendidikan kesehatan lebih lanjut sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang Mpox.
DAFTAR PUSTAKA
Allan-Blitz, L. T., Gandhi, M., Adamson, P., Park, I., Bolan, G., & Klausner, J. D. (2023). A Position Statement on Mpox as a Sexually Transmitted Disease. In Clinical Infectious Diseases (Vol. 76, Issue 8, pp. 1508-1512). Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/cid/ciac960
Fajriyah, N. (n.d.). PENINGKATAN GLOBAL OUTBREAKS: MONKEYPOX DI INDONESIA.
Leon-Figueroa,D.A., Barboza,J.J., Siddig, A., Sah, R., Valladares-Garrido, M.J., & RodriguezMorales,A.J.(2024). Knowledge and attitude towards mpox: Systematic review and meta-analysis. PLoS ONE, 148 August). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0308478
Lu,J., Xing,H., Wang, C.,Tang,M., Wu, C., Ye, F., Yin, L., Yang, Y., Tan, W., & Shen, L. (2023). Mpox (formerly monkeypox): pathogenesis, prevention, and treatment. In Signal Transduction and Targeted Therapy (Vol. 8, Issue 1). Springer Nature. https://doi.org/10.1038/s41392-023-01675-2
WHO, 2023, Target Product Profiles For Tests Used For Mpox (Monkeypox) Diagnosis.
Tinggalkan Balasan